Kasus Aceh | Banda Aceh - Pengumuman seleksi terbuka calon Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) yang baru-baru ini disampaikan oleh panitia seleksi menuai kritik dari berbagai pihak, terutama terkait dengan persyaratan pada kemampuan bahasa Inggris.
Meskipun kemampuan berbahasa Inggris aktif disebutkan sebagai syarat wajib, beberapa kalangan menilai bahwa persyaratan tersebut tidak cukup mewakili kebutuhan kompetensi yang relevan dengan konteks Aceh, terutama dalam sektor minyak dan gas.
Menurut Tgk Alwy Akbar Al Khalidi, SH, MH. aktivis Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD), salah satu yang harus dipertimbangkan dalam persyaratan seleksi ini adalah kemampuan berbahasa Arab, selain bahasa Inggris.
"Industri minyak dan gas tidak hanya berhubungan dengan perusahaan internasional berbahasa Inggris, tetapi juga dengan negara-negara penghasil minyak terbesar dunia yang mayoritas berbahasa Arab," ungkap Tgk Alwy melalui siaran pers, Senin, 9 Desember 2024.
"Seharusnya seleksi ini memberikan pilihan bagi calon Kepala BPMA, yaitu memiliki kemampuan bahasa Inggris atau bahasa Arab. Ini akan memperkuat komunikasi di tingkat internasional, terutama dengan negara-negara penghasil minyak, yang sering berhubungan dengan dunia Arab, " kata Tgk Alwy.
Lebih lanjut, Tgk Alwy juga menekankan pentingnya memasukkan kemampuan membaca Al-Qur'an sebagai syarat seleksi.
"Aceh adalah provinsi yang menerapkan Syariat Islam. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap pejabat publik, terutama yang memimpin lembaga penting seperti BPMA, untuk memiliki kemampuan membaca Al-Qur'an dengan baik. Ini bukan hanya untuk mendukung nilai-nilai keislaman dalam kepemimpinan, tetapi juga untuk menjaga kedekatan dengan budaya dan tradisi Aceh yang sangat kuat dalam agama," tambahnya.
Kritik ini menggambarkan kekhawatiran sebagian kalangan bahwa persyaratan seleksi yang terlalu fokus pada kemampuan bahasa Inggris mungkin mengabaikan aspek penting yang berhubungan dengan identitas dan nilai-nilai lokal Aceh.
Dalam konteks Aceh yang kental dengan tradisi Islam, kemampuan berbahasa Arab dan membaca Al-Qur'an dapat dianggap sebagai keterampilan yang tidak hanya relevan, tetapi juga esensial untuk mendalami berbagai aspek kehidupan di Aceh, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam.
Syarat kemampuan bahasa Inggris, yang secara teknis sudah menjadi standar global, memang sangat penting dalam dunia bisnis dan diplomasi internasional.
Namun, kata Tgk Alwy, dalam konteks Aceh sebagai wilayah dengan kekhususan dan penerapan Syariat Islam, memperkenalkan opsi bahasa Arab atau kemampuan membaca Al-Qur'an sebagai syarat seleksi bisa memberikan dimensi tambahan yang memperkuat kualitas kepemimpinan yang lebih holistik dan kontekstual dengan nilai-nilai lokal.
Pengumuman seleksi ini tentu masih terbuka untuk perubahan. Menurut Tgk Alwy, penting bagi pemerintah Aceh untuk mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dalam merumuskan persyaratan yang lebih relevan, tidak hanya untuk kepentingan sektor migas, tetapi juga untuk menciptakan pemimpin yang sesuai dengan visi dan karakter Aceh sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam.
Dengan memperkuat keterampilan bahasa yang lebih beragam dan memasukkan nilai-nilai lokal dalam seleksi ini, diharapkan calon Kepala BPMA yang terpilih bisa membawa keberhasilan tidak hanya dalam sektor pengelolaan migas, tetapi juga dalam menjunjung tinggi budaya dan tradisi Aceh yang sarat dengan ajaran Islam.